Rumah Quran Daarut Tarbiyah binaan Ustadz Fadlyl Usman
rahimahullah telah menjelma menjadi pesantren tahfidz yang berbasis kampus
maupun takhasus. Berbasis kampus, artinya membersamai kampus seperti UI, STAN,
STIS, IPB, LIPIA, dan UIN agar sebagian kecil mahasiswa/i nya tershibghah lingkungan
Qurani. Berbasis takhasus artinya memang fokus mencetak penghafal Quran 30 juz sebagaimana Rumah Quran Pusat di Depok.
TFM Rumah Quran Daarut Tarbiyah diselenggarakan pada Sabtu, 29
Juli 2017, tepat pada hari lahir sang ustadz. Dua sesi yang digelar yakni sesi psikologis
dalam menghadapi para santri, dan sesi manajerial dalam mengarungi bahtera kedinamikaan
Rumah Quran. Sesi pertama digelar pagi sampai Dhuhur, sesi kedua bakda Dhuhur
sampai 16.30.
Sharing Knowledge
Sesi Manajerial
Menghadirkan Ustadz Demi Dwi Jayanto, aula RQ lantai 4 terdengar
riuh oleh semangat menjawab jargon. Dauroh RQ – Kuatkan Iman, Cerdaskan Diri,
untuk Mengabdi, Allahu Akbar. Apalagi jargon ditambah dengan muatan garing sang
moderator: Ilmu Manajemen – Masuuuk (sambil memegang kepala).
Manajemen itu penting ketika sumber daya kita terbatas. Karena
waktu terbatas, diperlukan manajemen waktu. Karena dana terbatas, dibutuhkan
manajemen keuangan. Karena SDM terbatas, dibutuhkan manajemen SDM. Karena dakwah
Quran ini strategis sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, diperlukan
manajemen strategis. Karena cakupan pengelolaan RQ sangatlah banyak, dibutuhkan
manajemen secara keseluruhan. Coba kalau tidak terbatas: waktu tanpa batas,
uang selalu saja ada, SDM melimpah ruah, hm… tidak perlu itu manajemen.
Demikian sekilas renungan.
Nah, memasuki sesi Ustadz Demi yang sudah melanglang buana
dalam ilmu manajerial berbagai bidang, ilmu SOP (standard operating prosedures),
dan ilmu-ilmu yang lain, maka dicantumkanlah judul: Manajemen Framing –
Merekonstruksi Ulang Organisasi.
Sudah Banggakah Kita
Bersama RQ?
Mengawali paparan, hadirin satu per satu diabsen. Dari mulai
RQ lahir tahun 2008, siapa yang sudah hadir, tahun 2009 hingga 2017, satu per
satu angkat tangan. Analogi dari absen ini seperti sebuah keluarga. Ketika belum
punya anak, abi-umi sedang berproses mengelola organisasinya dengan baik.
Ketika anak muncul satu, terjadi perubahan pengelolaan, ada yang perlu diperhatikan.
Ketika anak dua, tiga, empat, dan seterusnya pengelolaan keluarga tiap kali
punya tambahan anak pasti akan berbeda.
Mengomentari foto dauroh tahfidz di bulan Juli tahun 2012,
ustadz Fadlyl terlihat gagah di tengah frame, diikuti para musyrif dan
santrinya di kiri-kanan ustadz. Kenapa ustadz di tengah? Jawabnya karena beliau
tokoh sentral, pembentuk visi, pemberi semangat kepada kiri-kanannya.
Sang ustadz memiliki kemauan kuat, visi yang jelas, dan
mampu mensupport para musyrif dan santri untuk menjadi besar, yakni menjadi keluarga
Allah – dengan menghafal Quran 30 juz. Sang ustadz menjadikan Rumah Quran DATA
sebagai tancapan tonggak untuk merealisasikan visi besarnya tersebut. Pertanyaannya
adalah: apakah orang-orang di dalam RQ (musyrif, santri, atau manajemennya)
sadar bahwa RQ itu BESAR?
RQ besar kenapa? Karena santri-santrinya berasal dari
seluruh Indonesia, sudah menasional. RQ besar kenapa? Karena visinya besar, mencetak
keluarga Allah, mencetak para penghafal dan pejuang Quran. Sehingga layak bahwa
RQ ini besar. Begitulah sedikit gambaran pemahaman hadirin dalam menyadari kebesaran
RQ.
Mewujudkan kebesaran organisasi sekaliber RQ dapat
diwujudkan dengan seragam kebanggaan, postur tubuh dan cara duduk yang tegap
(analogi kru trans TV dengan seragam bengkel warna hitamnya, dimana pun berada,
mereka bangga). Nah, sudahkah kita yang bergabung dengan RQ ini bangga dengan
RQ apa adanya seperti ini? Mimpi besar yang siap diwujudkan ini? Semangat tanpa
padam yang siap dikonsistenkan ini?
Kalau bergabung dengan RQ saja sudah minder: “saya gak yakin
bisa 5 juz dalam setahun” atau “saya gak yakin bisa membantu RQ dalam banyak
hal”, maka belum layak tuk lolos kualifikasi menjadi bagian dari RQ. Nah, mind
set inilah yang kudu ditancapkan dalam dada para penggerak RQ, baik manajemen,
musyrif, maupun santri-santrinya.
Aset SDM dan Visi
yang Kuat
Dalam sesi berikutnya ditampilkan sebuah video cukup inspiratif. Sebuah cerita tentang Umar bin Khatab radhiallahu 'anhu yang mengajak sahabat-sahabat untuk berdoa. Salah seorangnya mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, penuhilah ruangan ini dengan emas dan perak agar aku dapat menyedekahkannya di jalan Allah.” Sahabat lain berdoa, “Ya Allah, penuhi ruangan ini dengan emas sebesar gunung uhud agar aku langsung bisa memberikannya di jalan Allah.” Umar bin Khatab tetap diam, hingga ia pun menceritakan perihal doa nya, “Aku berdoa kepada Allah agar ruangan ini dipenuhi orang-orang seperti Abu Ubaidah ibnu al-Jarrah, Muadz bin Jabal, dan sahabat-sahabat Nabi Saw yang lain agar aku dapat menyebarkan Islam di dunia dan menguasai dunia.”
Kita menyadari akan pentingnya SDM. Bukan SDM yang
biasa-biasa saja, bukan. Bahkan Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu menyebut
nama-nama sahabat. Artinya untuk menyebarkan Islam, termasuk menyebarkan
nilai-nilai untuk berinteraksi dengan Quran, kita tak butuh orang-orang yang
tidak serius. Kita butuh orang-orang dengan kualitas tangguh. Nah pertanyaan
berikutnya, setelah ustadz Fadlyl Usman meninggalkan kita, apakah kita sekuat
visinya ustadz? Apakah para staf, anggota organisasi besar bernama RQ ini
memiliki kemauan kuat dan visi yang teguh seperti ustadz Fadlyl miliki?
Kita dapat pahami bahwa organisasi yang kuat adalah ketika
kekuatan visi pendirinya mampu diinternalisasi secara kuat oleh para pengikut/penerusnya.
Karena sumber daya manusia yang berkualitas jauh lebih penting daripada sumber
daya keuangan.
Mengukirkan Visi
Renungan dapat kita arahkan kepada manusia terbaik sepanjang
zaman, Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tidak
meninggalkan mushaf Quran, beliau juga tidak meninggalkan harta yang banyak.
Namun beliau meninggalkan Al-Quran. Tidak dalam bentuk fisik, atau
ucapan-ucapan. Melainkan beliau meninggalkan Quran ke dalam dada para sahabat
radhiallahu anhum. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam mengukirkan Quran
dalam hati para sahabat sebelum berpulang. Agar apa? Agar pekerjaan Nabi
tertransfer dengan baik dan terus berjalan tanpa kehadiran Sang Nabi dan Rasul.
Pekerjaan Rumah Quran (tidak sebesar pekerjaan Nabi memang), akan tetapi tetaplah penting. Bahkan untuk saat ini, bobotnya bisa jadi lebih besar dibandingkan
dengan bobot pekerjaan-pekerjaan lainnya. Nah, tantangannya adalah bagaimana
kita yang mengemban amanah pekerjaan RQ ini mampu mengukirkan ke dalam hati
masing-masing, bahwa pekerjaan ini sangatlah besar nilainya, sehingga layak
dialokasikan bahkan diprioritaskan dibandingkan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Lebih jauh lagi, bila kita menilik langsung proses bisnis
RQ, pertanyaannya lebih detail, “Siapkah kita ditempatkan di belahan bumi
Indonesia manapun untuk menjalankan tugas Rumah Quran?”
Tantangannya sejauh ini cukup jelas: “bagaimana musyrif
merasakan kekuatan visi ustadz yang telah meninggalkannya? Dan bagaimana
musyrif mentransformasikan ke dalam santri agar ikut merasakan pula kekuatan
visi tersebut, sehingga tergambar jelas: kelak santri akan menjadi musyrif dan
akan mengukirkan semangat yang sama kepada santri-santri, begitu seterusnya.”
Salah satu visi yang cukup mengena adalah bagaimana kita
merasakan bahwa pekerjaan RQ yang diemban adalah pekerjaan dakwah. Dan dakwah
itu, siapapun penggeraknya, siapapun yang mendakwahkan orang lain untuk ikut
berdakwah, seolah-olah mereka sedang menyampaikan pesan, “InsyaAllah kita akan
bertemu di surga Allah kelak.” Tentunya tugas ini perlu didukung dengan
adab/behavior organisasi, pesan terbaik, tanpa menyakiti hati, tanpa membuat
jauh, dengan hikmah dan mauidzoh hasanah.
Untuk mendukung semangat transfer visi ini, role play pun
digelar. Santri mengucapkan unek-uneknya kepada musyrif. Musyrif memberikan
feed back untuk memotivasi santri.
Masuk ke Transformasi
Teknis
Secara dalil, kita sadar akan pesan Ar-Ra’du ayat 11: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri.”
Secara teknis pula, dalam menyadari akan betapa mulianya
tugas RQ ini, kita tak boleh melalaikan aspek materi. Hal ini berbeda penanganan.
Salah satu outputnya adalah bagaimana musyrif dan manajemen tercukupi
kebutuhannya.
Bicara studi banding, Rumah Quran sejenis dengan Darul
Quran. Dalam penyelenggaraannya, DQ mencanangkan pendaftaran santri masuk 30
juta. Rumah Quran 7 juta. Karena dalam DQ, musyrif adalah pegawai. Nah, selanjutnya,
bagaimana RQ melihat posisi musyrif? Disinilah penting adanya perencanaan
teknis dalam pengelolaan agar kebutuhan sesuai pada porsinya. Istilah
teknisnya: rakor (rapat koordinasi). Rakor sejatinya adalah implementasi pertahanan
terbaik agar organisasi selamat, yakni dengan tetap menyerang, artinya
tugas-tugas RQ tetap dilangsungkan, organisasi harus terus bergerak ke depan.
Masih dalam rangka memahami transformasi teknis. Ternyata
ada kalanya musyrif khawatir, sepeninggal ustadz Fadlyl, RQ menjadi kurang
rapi. Sepeninggal ustadz Fadlyl, santri menjadi lebih meremehkan (karena tidak
ada sarana mutabaah langsung dari ustadz), ternyata pula dibutuhkan ketegasan
dari sosok seperti ustadz Fadlyl.
Kekhawatiran berupa masalah dalam menjalankan asrama RQ
dapat disiasati dengan penerapan SOP. Bila santri bermasalah A solusinya X.
Masalah B solusinya Y, masalah C solusinya Z, begitu seterusnya, didaftar
menjadi satu dan dijadikan panduan para musyrif. Karena untuk membentuk
kualitas yang bagus, harus ada standar-standar penerapan solusi tertentu atas
masalah yang berbeda-beda. Nah, ini menjadi PR RQ untuk membuat semacam buku
manual musyrif.
Tiga Kriteria
Pertumbuhan Organisasi Sukses
- Terus bertambahnya leaders (dalam RQ bisa diejawantahkan dalam sosok musyrif, koordinator, dan mudhir).
- Infrastruktur semakin berskala tinggi
- Kemampuan menavigasi/mengarahkan kebijakan organisasi
Closing Statement
- Kita patut bersyukur. Betapa langkanya ada organisasi seperti RQ, banyak santrinya, banyak penggeraknya, mencetak penghafal Quran tiap tahunnya. Maka, kita patut bersyukur. Semoga lelahnya kita mengurusi ini berbuah manis di dunia dan juga akhirat kelak.
- Kita kudu ikhlas. Ikhlas akan keterbatasan yang dimiliki individu maupun organisasi RQ. Dan kita harus yakin bahwa Allah akan memudahkan kita, karena kita meniti jalannya untuk menolong agama-Nya.
- Kehilangan pemimpin bukan alasan untuk berhenti apalagi berjalan mundur. Kehilangan pemimpin justru seharusnya menjadi tonggak bersejarah organisasi ini untuk menyusun organisasi agar lebih solid lagi, lebih terstruktur, professional, dan desentralisasi.
Semoga bermanfaat.
Allahummarhamnaa bil Qur’aan
Allahummaj’alnaa min ahlul Qur’aan.
Posting Komentar