![]() |
Rumah Quran |
28-31 Januari 2017 lalu, tahfidz camp telah
diselenggarakan untuk pertama kalinya di lingkungan Rumah Quran STAN. Sambutan yang muncul
begitu menggemparkan. Seluruh santri antusias mengikuti kegiatan, bahkan sampai
membuat 1 orang mahasiswa non-RQ dan 1 alumni RQ ngebet ikut.
Dari kubu ikhwan, 30 santri terdata sebagai
peserta (dari total 34). Ke-4 santri yang berhalangan memiliki udzur berupa
izin orangtua dan sakit. Sedangkan dari kubu akhwat, 11 santri terdata sebagai
peserta (dari total 12). Satu santri akhwat sakit. Belum termasuk 1 mahasiswa
non-RQ dan 1 alumni RQ akhwat.
Dalam mengikuti kegiatan karantina Quran,
wajib bagi santri memiliki strategi pemanfaatan waktu. Karena karantina Quran
ini ibarat mengerdilkan (mikronisasi) jangkauan hidup manusia. Coba bayangkan!
Hidup kita dijalani biasa-biasa saja, sejatinya lebih karena kita kurang
mengetahui batas akhir hidup kita kapan. Bisa jadi 40-50-60-tahun atau lebih.
Target hidup kita pun tertata dengan cukup santai. S1 tahun berapa, S2 tahun
berapa, S3, S4, dan seterusnya :) Nah, dengan kehadiran karantina Quran, panitia memberikan batas akhir "hidup" santri tahfidz
untuk target menghafal Quran. Cukup 4 hari 3 malam, dengan target ketat
1 juz. Maka, sudah dapat dipastikan setiap orang akan menggenjot waktu-waktunya
demi Al-Quran.
Dalam menggenjot sumber daya pribadi melawan
waktu yang tak pernah mundur, ada beberapa bekal untuk santri tahfidz camp,
meliputi bekal internal (mengenal diri pribadi) dan eksternal (mengenal masjid,
rumah, dan lingkungan).
Mengenal
Diri Pribadi
Tak jauh dari pemahaman tarbiyyah dalam
mengenal komponen insan, yang termasuk dalam kategori mengenal pribadi meliputi 3 aspek:
fikriyah, ruhiyah, dan jasadiyah. Berikut sistematika yang perlu mendapat
perhatian serius dari ketiga aspek
ini:
- Aspek Fikriyah
a.
Objek: otak (intelligence)
b.
Suplemen: ilmu, pengalaman,
kreativitas
c.
Kurang suplemen: kebayang orangtua (homesick),
kepikiran hasil UAS, liburan, dll.
d.
Maksimalisasi:
kerja cerdas
e.
Output:
Rancang strategi manajemen waktu tahfidz
camp
- Aspek Ruhiyah
a.
Objek: hati (emosional and soul)
b.
Suplemen: dzikir, doa, istighfar
c.
Kurang suplemen: hampa, gelisah, khawatir, tidak tenang, kecewa
d.
Maksimalisasi: kerja ikhlas
e.
Output: tenang, positif thinking, semangat
- Aspek Jasadiyyah
a.
Objek: tubuh (phisical)
b.
Suplemen: makanan bergizi, air, mineral
c.
Kurang suplemen: menghilang, sembunyi, kabur, melarikan diri
d.
Maksimalisasi: kerja keras
e.
Output: Aktivitas Menghafal, Mengulang-ulang, dan
Menyetor
Secara ringkas, dapat dimaknai
bahwa dalam mengikuti karantina Quran, seluruh potensi insan harus dikelola
dengan baik, diawali dengan suplemen yang diasup secara optimal, hingga output
dikeluarkan secara maksimal. Memaksimalkan ketiga aspek (fikriyah, ruhiyah, dan
jasadiyah) berarti mengawalinya dengan strategi jitu yang cocok dengan diri
pribadi, ditambah dengan tenang dan sabar dalam ikhtiar menghafal dan
mengulang-ulangnya.
Strategi yang cocok
dengan diri pribadi; disitulah PR masing-masing insan. Senada dengan istilah;
“metode menghafal Quran sangat banyak, tinggal dipilih mana yang paling cocok.”
Sekilas Metode Menghafal
Metode yang dipilih
berasal dari tindak keseriusan mengikuti karantina Quran. Kalau metodenya
asal-asalan seperti dipaksakan menghafal walau tidak hafal-hafal, maka itu seperti
kurang mengenal diri sendiri. Menyiapkan beberapa metode untuk mengurangi
resiko kebosanan metode dapat pula menjadi pilihan jitu untuk karantina Quran, walaupun
hanya berlangsung 4 hari.
Contoh metode yang
dipilih adalah pendengaran (auditori), yang dilakukan sepekan bahkan sebulan
sebelum dilangsungkannya tahfidz camp. Mendengarkan secara berulang-ulang
ayat-ayat 1 juz sangat membantu pikiran kita untuk familiar dengan ayat-ayat
tersebut, agar hafalan saat tahfidz camp lebih merasuk.
Contoh metode lain
adalah tikrar; namun dengan pengurangan pengulangan. Hal ini dilakukan agar kita tidak terlampau sibuk dalam mengulang. Tikrar diakui sebagai metode menghafal jitu
dengan kelemahan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Misal pengurangan pengulangan
dilakukan dari seharusnya 40 kali dikurangi menjadi 10-20 kali untuk tiap ayat,
tiap 3 ayat, hingga tiap setengah halaman mushaf.
Sekali lagi,
memperbanyak metode mengurangi resiko kebosanan, kecuali kita memiliki kekuatan
maksimal dalam aspek ruhiyah berupa ketenangan dan kesabaran tingkat
tinggi. Sehingga fokus kita hanya menikmati, menikmati, dan meeenikmati sajian
Allah melalui ayat-ayat yang kita baca.
Mengenal Lingkungan
Lingkungan sangat
perlu untuk dikenal. Di satu sisi, tidak melalaikan aspek adaptasi dengan lingkungan
yang baru (karena karantina pasti di suatu lingkungan asing). Di sisi yang
lain, ia lebih mengena dari sisi habluminannaas, karena lingkungan yang baru
tak hanya difungsikan untuk berinteraksi dengan al-Quran, melainkan untuk
berinteraksi pula dengan masyarakat di sana.
Oleh karena itu,
penting bagi peserta karantina untuk menyesuaikan diri dengan keberadaan
masyarakat setempat. Contoh tahfidz camp di RQ STAN, bagi ikhwan yang bertempat
di lingkungan kompleks Pajak, maka koordinasi perlu dilanggengkan selama 4 hari
kegiatan tahfidz camp. Misalnya, pada satu kesempatan jamaah ingin imam shalat yang
berbeda, maka panitia segera mendorong salah satu santri untuk maju menjadi
imam. Hari Senin ada kegiatan TPA pagi dan sore, maka base-camp TPA segera
dikosongkan agar kegiatan tuan rumah dapat tetap berjalan sebagaimana biasa
(walaupun pada akhirnya TPA ikut mengalah selama kegiatan tahfidz camp).
Dari mengenal
lingkungan ini pula, muncul daftar apa saja yang boleh dilakukan dan apa pula
yang tidak boleh dilakukan di lokasi yang asing. Karena hal ini menyangkut
habluminannas, seolah seperti meminimalisasi sebab tidak diridhai-nya kegiatan
tahfidz camp oleh Allah karena ketidakridhaan tuan rumah.
Beraksi dan Berdoa
Strategi terakhir yang
dapat mukmin lakukan, selain beraksi mengeksekusi semua potensi diri yang
dimiliki, tak lupa berdoa untuk diri dan rekan sesama karantina Quran. Jangan
pernah menganggap remeh doa. Kita bisa menggapai cita sejatinya bukan karena
usaha dan doa kita semata, melainkan juga tak kalah penting doa orangtua kita.
Begitu pula dengan
karantina Quran, jangan pernah lalai meminta restu dan doa orangtua, juga doa
rekan-rekan sesama peserta, atau doa orang papa melalui perantara sedekah kita.
Termasuk dari lisan kita yang turut mendoakan sesama peserta juga, atau untuk
orang lain, karena disitulah energi doa kita yang sesungguhnya. Dari lisan kita,
lahir celoteh malaikat yang tak pernah kita sadari, “Aamiin, dan semoga pula
untuk dirimu”, seuntai doa tulus yang sekalipun kita tak pernah mendengarnya.
Namun, kita percaya ada doa tersebut lantaran kita rajin mendoakan orang lain.
Hm… Siapa tau doa itu
diungkapkan demi meraih cita-cita kecil kita dalam meraih 1 juz hafalan Quran
selama 3-4 hari.
Allahummarhamnaa bil
Qur’aan
Posting Komentar