Brasil telah disihir habis demi pagelaran Piala Dunia. Stadion
dan jalan-jalan di kota-kotanya dirias dan dipercantik demi jejalan para turis.
Dunia pun ramai menyambut. Berbagai media terwarna oleh sibghah Piala Dunia. Restoran dan kafe di seluruh dunia disulap
jadi sasaran nobar. Meja-meja judi tak luput disambangi para spekulans jahil.
Bahkan, masjid pun ada yang tak mau ketinggalan. Merancang qiyamul lail jama’i ba’da
pertandingan tatkala hari sedang dini. Kreatip!
Pungkas pagelaran, selesainya Piala Dunia diresponi berbagai
sikap. Tim-tim lintas negara memuhasabahi diri kenapa kok gagal meraih trofi. Kampiun
Jerman tereuforia dalam gegap kemenangan bersemi. Mereka semua kembali mudik
dalam baluran cinta di negeri sendiri. Segenap official FIFA juga mengakhiri
masa dinas luar negeri. Penggiat bisnis negeri Samba pun ada yang bersuka cita
karena laba sukses diraup, ada pula yang bersedih hati karena laba jauh panggang
dari api. Meninggalkan Piala Dunia tak ubahnya dipenuhi tanda tanya, akankah mereka
semua itu kelak akan menjadi saksi untuk perhelatan yang sama empat tahun lagi?
Ramadhan tak luput dari analogi sihir Piala Dunia. Yang
semula berbagai masjid tergerak tuk dipercantik demi jejalan para jamaah. Yang
semula dunia bertabur akan toleransi umat lain terhadap sho’imin sho’imat. Termasuk
media men-sibghah-i diri dengan
tayangan spiritualis ala Ramadhan. Tentu saja sebagaimana neraka ditutup,
lokalisasi maksiat dibatasi. Tak ketinggalan selaras surga dibuka, kunci masjid
seolah diumbar ditawar-tawar ke luar.
Pungkas pagelaran, selesainya Ramadhan diresponi berbagai sikap.
Individu-individu yang berharap terkemas takwa tak luput memuhasabi diri kenapa
kok Ramadhan selesai cepat sekali. Yang terbalur senang tak lupa membakar uang
meluncurkan petasan mengagetkan. Tak lalai diakhiri dengan maaf-maafan. Segenap
official masjid mengakhiri masa dinas hari besar Ramadhan. Penggiat bisnis yang
memampangkan produknya di media-media spiritualis ada yang bersuka cita
lantaran untung besar, ada pula yang bersedih duka target belum di tangan.
Tentu tanya pun menyeruak, akankah mereka semua kelak akan menjadi saksi untuk
perhelatan yang sama setahun lagi?
Apapun itu, sedikitnya ada lima tipe timnas yang berjibaku
dalam menghebohkan pagelaran Ramadhan.
Pertama, tipe tim
Inggris, Portugal, Italia, dan Spanyol
Menyandang tim unggulan, mereka gagal melaju walau di babak
penyisihan. Nasibnya teribarat sebagai kaum muslim yang turut meramaikan malam
pertama Ramadhan. Turut menyukseskan sedekah besar-besaran di awal Ramadhan. Memenuhi
masjid dan kotak amal sampai ke luar-luar. Namun begitu memasuki hari kesebelas
alias babak 16 besar, tim-tim ini gagal meramaikan. Alasannya macam-macam.
Mulai dari yang punya acara buka bareng melalaikan, yang bosan, yang menganggap
masjid sumpek, atau jenuh pasca sepuluh hari pertama? Na’udzubillah. Semoga
kita termasuk yang lulus di tahap penyisihan, tak seperti tim-tim unggulan yang
gagal eksis. Hanya meramaikan dengan amal luar biasa di awal, tapi gagal
sebelum perhelatan ditutup.
Kedua, tipe tim Kosta
Rika, Aljazair, dan Kolombia (Tim Kuda Hitam di Babak 16 dan 8 Besar)
Menyandang tim gurem, mereka tanpa dinyanya sukses melaju
sampai pertengah perhelatan. Nasibnya teribarat bak kaum muslim yang tanpa
persiapan mantap, hanya berbekal niat dan tekad, sukses menekuk tim-tim yang lebih
hebat guna melengang sampai separuh tujuan. Sayangnya, Allah izinkan mereka
kandas. Tak dinyanya, penyakit menggerogoti atau kondisi memaksa, walau tekad
dan niat tetap menyala. Apadaya, mereka pun pulang. Namun, pulang dengan kepala
tegak berbangga. Ya, tetaplah bangga dan ridha, jika Allah kehendaki suatu
kesulitan, boleh jadi itu yang lebih baik buat diri mereka.
Ketiga, tipe tim
Brazil (Semifinalis Piala Dunia)
Menyandang tim unggulan berlatarkan tuan rumah, tim ini
sukses melengang dari jajaran ahlul penyisihan (10 hari pertama). Sayangnya
musibah justru terjadi di semifinal (anggaplah 10 hari terakhir). Terlalu
menggebu dalam menyerang tim lawan, pertahanan yang keropos ternyata membawa tim
ini keok dengan skor telak 1-7. Para penonton bertangisan. Bak sosok muslim
yang terlalu semangat menggelontorkan amalan cabang, tapi amalan inti justru
terlupakan. Gagal sudah Ramadhan di tangannya. Kesuksesan di 20 hari pertama tergagalkan
di 10 hari terakhir. Bisa jadi karena persiapan lebaran, boleh jadi pula karena
terlalaikan, atau tersibukkan mudik dan hingar bingar kesenangan?
Keempat, tipe tim
Argentina dan Belanda (Juara 2 dan 3 Piala Dunia)
Dua tim ini sukses menaklukan 20 hari awal Ramadhan. Walau
sempat bertemu dan saling menjatuhkan, namun kedua tim ini tampil habis-habisan
tuk meraih kemuliaan ending Ramadhan. Hasilnya? Sukses pun mereka tuai. Tapi
sayang, begitu Ramadhan tutup buku, tatkala para panitianya bubar sumebar,
masih ada sedih di hati mereka. Hm… Tahu kenapa? Karena selepas Ramadhan,
mereka gagal meramaikan Syawal sebagai hari peningkatan amal, hasil dari madrasah
Ramadhan.
Kelima, tipe tim Jerman
(Juara Dunia)
Selamat dan sukses tentunya, buat tim Panser dengan Mario
Gotze sebagai penentu kemenangannya. Tim Argentina sudah jelas kalah karena
satu kesalahan, maka sudah jelas apa rahasia suksesnya tim Jerman ini. Lihat
saja! Piala Dunia selesai, mereka asyik saja bersorak sorai, beda dengan tim
lain. Lihat saja! Ramadhan selesai, sosok ini asyik saja tetap mengintenskan ibadah,
beda dengan sosok lain.
Mari kita tiru tim Jerman ini! Ramadhan usai, semangat
beribadah, semangat mujahadah tetap mengemuka! Allahumma baariklanaa fii
syahrus syawal kamaa syahrur ramadhaan! Allahumma a’inni ‘alaa dzikrika wa
syukrika wa husnaa ‘ibaadatika…
Manajemen Rumah Quran STAN mengucapkan, “Taqabbalallahu minna wa minkum; Semoga Allah terima amal kami dan amal kalian.” Selamat hari raya Idul Fitri 1435 H, semoga Allah mudahkan kita menshalihkan 11 bulan lain dengan bekal keshalihan Ramadhan. Aamiin.
(Tulisan oleh Nur Syamsudin)
Posting Komentar